Rabu, 28 Oktober 2015

Makalah Hukum Dagang


BAB 1                     PENDAHULUAN


1.1        LATAR BELAKANG


Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu Hukum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping Hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur tenteng kedaulatan dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (Code De Commerce) yang tersusun dari Ordonnance Du Commerce (1673) dan Ordonnance Du La Marine (1838).
Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan. KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.

1.2        TUJUAN


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka salah satu tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian dari hukum dagang, mengetahui hubungan antar hukum dagang dengan hukum perdata, mengetahui sumber-sumber hukum dagang dan lain-lainnya yang berhubungan dengan materi hukum dagang.
 

BAB 2                     IDENTIFIKASI MASALAH

1.      Apa pengertian tentang hukum dagang
2.      Bagaimana hubungan antara hukum perdata dengan hukum dagang
3.      Bagaimana sejarah dalam hukum dagang
4.      Apa saja unsur-unsur dalam hukum dagang
5.      Apa saja sifat dan tujuan dari hukum tersebut
6.      Apa saja perkumpulan-perkumpalan dagang tersebut
7.      Apa saja sumber-sumber dari hukum dagang yang ada di Indonesia dan sumber hukum perdagangan internasional
8.      Bagaimana pembagian dalam hukum
9.      Apa saja persekutuan dari hukum dagang
10.  Apa saja perantara dalam hukum dagang
11.  Bagaimana sistematika KUH perdata dalam hukum dagang
12.  Bagaimana pengaturan hukum dagang dalam hukum perdata













BAB 3                     PEMBAHASAN

3.1        Definisi Hukum

Sebagaimana diterangkan, pembagian hukum perdata dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hanya berdasarkan riwayat saja. Pada pokoknya hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yakni peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman tertentu. Suatu pengertian ekonomi lagi yang banyak dipakai dalam W.v.K. ialah pengertian “bedrijf”. Seorang dapat dikatakan mempunyai suatu perusahaan, jika ia bertindak ke luar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana ia menurut imbangan lebih banyak mempergunakan modal (capital menurut pengertian ekonomi) dari pada mempergunakan tenaganya sendiri(arbeid).
Seorang mempunyai suatu “beroep” jika ia untuk mencari penghidupan bekerja terutama dengan tenaganya sendiri. Dengan demikian, seorang pengacara, seorang dokter dan seorang tukang cukur semuanya mempunyai pekerjaan tetap, tetapi seorang pemilik hotel, seorang pemilik pabrik dan seorang juru pengangkut (transporteur) semuanya mempunyai suatu perusahaan.
Pengertian perusahaan (bedrijf), penting untuk beberapa pasal undang-undang.
a.       Siapa saja yang mempunyai suatu perusahaan, diwajibkan “melakukan pembukuan” tentang perusahaan (Pasal 6 W.v.K.)
b.      Lapangan pekerjaan dari suatu perseroan firma, adalah “menjalankan suatu perusahaan”
c.       Pada umumnya suatu akte di bawah tangan yang berisikan suatu pengakuan dari suatu pihak, hanya mempunyai kekuatan pembuktian, jika ia ditulis dengan tangan sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan jumlahnya uang pinjaman. Tetapi peraturan ini tidak berlaku terhadap hutang-hutang perusahaan

d.      Suatu putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan (gijzeling) terhadap tiap orang yang telah menandatangani suatu surat wesel atau cek. Tetapi terhadap seorang yang menandatangani itu hanya diperbolehkan jika surat-surat itu mengenai perusahaannya.
e.       Orang yang menjalankan suatu perusahan, adalah “pedagang” (koopman) dalam pengertian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).
Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Perjanjian KUH Perdata artinya sebagian besar dari perikatan-perikatan terbit karena perjanjian-perjanjian. Demikian pula halnya dengan hukum dagang, sehingga bagian dari ilmu hukum ini dapat dinyatakan sebagai sekelompok hukum perikatan. Hukum sipil itu terdiri dari hukum sipil dalam arti luas dan hukum sipil dalam arti sempit. Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi hukum perdat dan hukum dagang. Sedangkan hukum sipil dalam arti sempit meliputi hukum perdata saja.

3.2        Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata erat sekali, karena sebagian dari aturan-aturan Hukum Dagang terdapat dalam Buku III KUH-Perdata tentang Perikatan. Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang di satu pihak menimbulkan kewajiban dan di pihak yang lain menimbulkan suatu hak. Hak dan kewajiban itu bersumber dari perjanjian misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, cheque, Firma, CV, PT dan sebagainya.
            Begitu eratnya hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ini dapat dilihat dari bunyi pasal 1 KUHD yaitu:
“Kitab Undang-undang Hukum Dagang, selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Undang-undang ini.”

            Rumusan pasal 1 di atas mencerminkan bahwa KUH-Dagang adalah hukum yang bersifat khusus sedangkan KUH-Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum. Hal ini terjadi apabila suatu hal telah diatur dalam KUH-Dagang, maka ketentuan-ketentuan Hukum Perdata tidak diberlakukan, tetapi bila suatu hal tidak diatur dalam KUHD aturan itu terdapat dalam KUH-Perdata, maka ketentuan-ketentuan KUH-Perdata berlaku dalam hubungan hukum di bidang perdagangan yaitu dalam melakukan perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum.
Dari rumusan pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum yang bersifat khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya. Jadi KUH Dagang adalah perkecualian dari KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang telah mengaturnya secara khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUH Dagang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan praktek perdagangan tersebut, tunduk terhadap KUH Perdata yaitu tentang perikatan atau perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.
Dengan demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan. Karena hukum perikatan adalah bagian dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan bagian dari hukum perdata, misalnya pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang bernama maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH Perdata.
Dalam hukum dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian jual-beli, pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan secara khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut tunduk pada KUH Perdata.


Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga ada beberapa pendata para sarjana hukum yang menggambarkan hubungan hukum perdata dengan hukum dagang, yaitu:
a.       Prof. Subekti, S.H., berpendapat:
“Terdapatnya KUHP di samping, KUHS/KUH Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, karena sebenarnya “hukum dagang tidak lain daripada hukum perdata”, dan perkataan dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian.
Dengan demikian sudahlah diakui, bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.

b.      Prof. Sudiman Kartodiprojo, S.H., berpendapat:
“Dengan perkataan lain KUHD merupakan lex specialis terhadap KUH Perdata, dan KUH Perdata sebagai lex generalis terhadap KUHD.”

c.       Prof. Soekardono, S.H., berpendapat:
“Pasal 1 KUHD memelihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum dagang, sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHS.”
Dapatlah dirumuskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antar individu (non-pemerintah) yaitu orang atau badan hukum sebagai satu  dengan orang atau badan hukum sebagai pihak lain, mengenai benda bergerak atau tidak bergerak dan jasa serta berbagai kebutuhan individu (non-pemerintah) yang diatur sedemikian rupa sejak individu masih dalam kandungan sampai dengan setelah meninggal dunia. Ketentuan Hukum Perdata ini berkaitan dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang diikuti dengan akibat hukum yang dapat dipaksakan berdasarkan keputusan pengadilan.
Mencermati pendapat para Guru Besar yang telah disebut di atas jelas bahwa Hukum Dagang adalah bagian Hukum Perdata yang secara khusus mengatur perdagangan. Oleh karena itu, seperti telah dikemukakan bahwa Hukum Dagang yang terkodifikasi dalam KUHD yang sudah lebih dari satu abad itu sudah tidak mampu mewadahi hubungan hukum mengenai kegiatan perdagangan, baik nasional apalagi internasional, yang perkembangannya semakin pesat ditunjang oleh hasil teknologi canggih dalam informasi dan komunikasi di era kesejagatan ini.

3.3        Sejarah Hukum Dagang

Sebagaimana dikatakan di muka, hukum.  dagang adalah merupakan hukum perdata khusus bagi para pedagang. Karenanya pembagian hukum perdata dengan hukum dagang bukanlah pembagian yang sangat mendasar, tetapi timbul dari kebutuhan-kebutuhan masyarakat pedagang melalui proses sejarah.
Perkembangannya dimulai sejak lebih kurang tahun 1500. Di Italia dan Prancis Selatan lahir kota-kota pusat perdagangan , seperti Florence, Venesia, Marseilles, dan lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) tidak dapat menyelesaikan perkara yang ada pada waktu itu, sehingga para pedagang (gilda) membuat peraturan sendiri di samping Hukum Romawi, yang masih bersifat kedaerahan. 
            Berlakunya  KUH dagang di Indonesia di sampan KUH Perdata berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu : segala badan negara dan peraturan yang ada masih terus berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. KUH Perdata dan KUH Dagang, yang merupakan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda, masih terus berlaku hingga sekarang ini sebelum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar kita.
            KUH Perdata dan KUH Dagang mulai berlaku di Indonesia (Hindia Belanda) pada 1 Mei 1948, sebagai turunan dari Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek Van Koophandel (KUHD). KUH Perdata dan KUHD Belanda ini, bukanlah merupakan hasil hukum nasionalnya, tetapi merupakan jiplakan dari Kitab Undang-undang Prancis yang bernama Code Civil dan Code Decommerce.
            Pada waktu abad ke 17, di Prancis timbul kebutuhan-kebutuhan para pedagang terhadap peraturan-peraturan perniagaan, karena Hukum Civil/Hukum Perdata yang dikenal dengan  Corpus Iuris Civilis, tidak mampu lagi menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di kalangan pedagang, demikian juga dengan hukum kebiasaan yang banyak tumbuh, tidak lagi dapat memberikan kepuasan bagi para pedagang. Sehingga dipandang perlu untuk membuat suatu peraturan tertulis yang khusus mengatur ketentuan-ketentuan dalam perdagangan, maka atas perintah Raja Lodewijk XIV Prancis, dibuatlah kodifikasi yang pertama mengenai hukum dagang, dikenal dengan “Ordonnance Du Commerce” tahun 1673 dan tahun 1681 dilanjutkan dengan munculnya “Ordonnance De La Marine”.

            Selanjutnya kedua kitab hukum dagang di atas (tahun 1673 dan 1681) dijadikan sebagai sumber bagi pengkodifikasian hukum dagang pada tahun 1807. Pada tahun ini lahirlah hukum dagang yang baru yaitu Code De Commerce. Dengan demikian di Prancis sejak tahun 1807 sudah ada kodifikasi hukum dagang yaitu Code De Commerce yang dipisahkan dari Code Civil yaitu hukum perdata.
            Selanjutnya pada tahun 1838 code de commerce dan  code civil Prancis, dinyatakan berlaku di Negeri Belanda. Kemudian perintah Belanda membuat kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) dan kodifikasi hukum dagang (Wetboek Van Koophandel) berdasarkan code de commerce dan code civil Prancis, yang disahkan oleh pemerintah Belanda dan diberlakukan di Belanda pada tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi (asas persamaan) maka KUHD Belanda 1838, dijadikan sumber dan dasar bagi penyusunan KUHD Indonesia tahun 1848. Dan sejak tanggal 1 Mei 1848 sampai sekarang ini berlakulah KUHD yang disusun berdasarkan KUHD Belanda.

3.4        Unsur-Unsur Hukum

Berdasarkan definisi hukum tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum itu terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
a.       Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b.      Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c.       Peraturan itu bersifat memaksa
d.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

3.5        Sifat dan Tujuan Hukum

Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut norma atau kaidah) yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat, serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.


Tujuan hukum mempunyai  sifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum  maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri. Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang pada pokoknya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.

3.6        Perkumpulan-perkumpulan Dagang

a.       Maatschap
Sebagaimana diketahui, maatschap adalah suatu bentuk kerjasama yang paling sederhana, yang diatur di dalam B.W. oleh karena lapangan pekerjaannya tidak dibatasi pada sesuatu hal, maka bentuk ini dapat dipakai juga untuk melakukan perdagangan. Tiap anggota maatschap, hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-orang pihak ketiga. Ia tak dapat mengikat teman-teman anggotanya, kecuali jika mereka itu memberikan padanya suatu penguasaan khusus untuk bertindak atas nama mereka. Keanggotaan maatschap bersifat sangat pribadi, artinya tidak mungkin digantikan oleh orang lain.

b.      Perseroan Firma
Ini adalah suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturan-peraturannya terdapat dalam W.v.K. perkataan “Firma” sebenarnya berarti suatu nama yang dipakai oleh beberapa orang bersama untuk berdagang. Menurut undang-undang, suatu perseroan Firma ialah suatu “bedrifj” dengan memakai suatu nama bersama. Perkataan “Firma” juga lazim dipakai, jika yang dimaksudkan perkumpulan dagang yang memakai nama itu. Dalam suatu perseroan Firma tiap persero (firmant) yang namanya tercantum di dalam akte pendirian (tidak dikecualikan) berhak untuk melakukan pengurusan dan bertindak ke luar atas nama perseroan. Segala perjanjian yang diperbuat oleh seorang persero, mengikat juga teman-teman persero lainnya. Segala apa yang diperoleh oleh salah seorang persero, menjadi benda kepunyaan Firma, yang berarti kepunyaan semua persero bersama.

c.       Perseroan Komanditer (CV)
Ini adalah suatu perseroan, dimana seorang atau beberapa orang persero tidak turut campur dalam pengurusan atau pimpinan perseroan, tetapi hanya memberikan suatu modal saja. Persero yang “berdiri di belakang layar” ini juga turut mendapat bagian dalam keuntugan dan juga turut memikul kerugian seperti seorang persero biasa, tetapi tanggung jawabnya adalah terbatas, yaitu ia tidak akan memikul kerugian yang melebihi jumlah modal yang ia masukkan menurut perjanjian.
Persero yang berdiri di belakang layar itu, dinamakan komanditaris, sedangkan mereka yang memimpin perseroan dan bertindak ke luar dinamakan pesero-pengurus atau pesero-pemimpin.

d.      Perseroan Terbatas atau Naamloza Vennontschap (N.V.)
Ini adalah suatu perseroan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada tanggung jawab atau risiko dari para persero atau pemegang andil, yang hanya terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil.

Adapun perkataan “naamloos” ditujukan pada keadaan tidak ada persero atau pemegang andil seorang pun yang namanya dipakai oleh perseroan. Jadi tidak berarti bahwa suatu N.V. itu tidak mempunyai suatu nama. Bahkan suatu N.V. selalu diharuskan memakai suatu nama, agar orang-orang pihak ketiga mengetahui dengan siapa mereka itu berhadapan.

e.       Perkumpulan Koperasi
Ini adalah suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan. Meskipun perihal koperasi ini tidak diatur dalam W.v.K., akan tetapi untuk lengkapnya ada baiknya juga dibicarakan di sini. Perihal Perkumpulan Koperasi, dulu ada dua peraturan, suatu peraturan umum yang berlaku untuk semua golongan penduduk (Stbl. 1933 – 108) dan satu peraturan khusus untuk bangsa Indonesia (Stbl. 1927 – 91), sejak tahun 1958 kita mempunyai suatu undang-undang nasional, yaitu Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi.
f.       Perseroan Andil Indonesia atau I.M.A.
Ini adalah suatu bentuk perseroan yang diatur dalam suatu peraturan khusus. Jadi di luar W.v.K., dan dimaksudkan untuk dipergunakan oleh orang-orang Indonesia saja. Pendirian I.M.A. cukup dilakukan dengan suatu akte di bawah tangan (tidak usah dengan notaris), yang harus dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang diwajibkan memeriksanya dan meneruskannya Kepada Menteri Kehakiman dengan disertai pertimbangannya.

g.      Perusahaan Negara (PN)
Ini didirikan dengan Peraturan Pemerintahan berdasarkan P P Pengganti Undang-undang No. 19 Tahun 1960. PN ini merupakan suatu badan hukum dan modalnya terdiri dari kekayaan Negara yang dipisahkan, tetapi tidak terbagi atas saham-saham. Ia dipimpin oleh sebuah Direksi.

3.7        Sumber-Sumber Hukum Dagang

Ø  Sumber Hukum Dagang di Indonesia
Hukum Dagang Indonesia yang utama adalah “Hukum Dagang” yang berasal dari pemerintahan Hindia Belanda yaitu Wetboek van Koophandel (WvK), yang dalam bahasa Indonesi dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sebenarnya merupakan bagian dari hukum perdata, khususnya mengenai perikatan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kita kenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) buku III tentang perikatan.
Sumber utama dari perikatan-perikatan adalah perjanjian-perjanjian, artinya sebagian besar dari perikatan-perikatan terbit karena adanya perjanjian-perjanjian. Demikian pula halnya dengan hukum dagang, sehingga bagaian dari ilmu hukum ini dapat dinyatakan sebagai sekelompok hukum perikatan (een stuk verbintenissenrecht), perikatan-perikatan mana buat sebagian besar terbit karena perjanjian-perjanjian khusus (bijzondere overeenkomsten), mungkin dapat terbit juga diluar perjanjian, misalnya sebagai akibat tubrukan kapal-kapal (aanvaring van schepen).

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terdiri dari dua buku yaitu:
            Buku I terdiri atas 10 bab dan berjudul: Tentang Dagang pada Umumnya.
Bab I               Tentang pedagang dan perbuatan pedagang.
Bab II              Tentang pemegang buku.
Bab III                        Tentang beberapa jenis perseroan.
Bab IV                        Tentang bursa dagang, makelar dan kasir.
Bab V              Tentang komisioner, ekspeditur, pengangkutan dan nahkoda perahu yang             melalui sungai dan perairan darat.
Bab VI            Tentang surat wesel dan surat order.
Bab VII           Tentang cheque, promes dan kuitansi kepada pembawa.
Bab VIII         Tentang reklame atau penuntutan kembali dalam kepailitan.
Bab IX            Tentang asuransi dan pertanggungan pada umumnya.
Bab X              Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipenuhi dan pertanggungan jiwa.

            Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran yang terdiri dari:
Bab I               Tentang kapal laut dan muatannya.
Bab II              Tentang pengusaha-pengusaha dan perusahaan kapal.
Bab III                        Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang.
Bab IV                        Tentang perjanjian laut.
Bab VA           Tentang pengangkutan barang.
Bab VB           Tentang pengangkutan orang.
Bab VI                        Tentang penubrukan.
Bab VII           Tentang pecahnya kapal, pendamparan dan diketemukannya barang di laut.
Bab VIII         Tentang dihapus (menurut Stbl 1933 No. 47 jo Stbl 1938 No. 2 yang mulai berlaku 1 April 1938).
Bab IX            Tentang pertanggungan terhadap segala bahaya  laut dan terhadap bahaya-bahaya perbudakan.
Bab X              Tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat, sungai dan perairan darat.
Bab XI            Tentang kerugian laut (avary).
Bab XII           Tentang berakhirnya perikatan dalam perdagangan di laut.
Bab XIII         Tentang kapal-kapal dan perahu-perahu yang melalui sungai dan perairan darat.
            Mencermati daftar isi KUHD segera terlihat betapa Undang-Undang ini sudah “out off date”. Pengangkutan yang diatur hanya pelayaran. Sedangkan masa kini tidak saja sudah ada angkutan udara, juga telah ada faximilie, internet dan lain-lain.
v  Sumber-sumber Hukum Dagang lainnya:
a.       Undang-undang
b.      Kebiasaan
c.       Keputusan hakim (yurisprudensi)
d.      Perjanjian internasional (traktat)
e.       Pendapat para sarjana hukum (doktrin)
f.       Kitab Undang-undang Hukum Perdata
g.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang
h.      Undang-undang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Undang-undang No. 9 Tahun 1969)
i.        Undang-undang tentang Merk
j.        Undang-undang tentang Kadin
k.      Undang-undang tentang Perindustrian
l.        Koperasi
·         Hukum perdata terutama bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata disingkat KUHPer (Burgerlijk Wetboek = BW)
KUHPer terdiri dari 4 buku, yaitu:
a.       Buku I yang berjudul: Perihal orang (Van Personen), yang memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
b.      Buku II yang berjudul: Perihal benda (Van Zaken),  yang memuat hukum benda (Zakenrecht) dan hukum waris (Erfrecht).
c.       Buku III yang berjudul: Perihal (Van Verbintenniasen), yang memuat hukum harta kekayaan (Vermogensrecht), yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
d.      Buku IV yang berjudul: Perihal pembuktian dan kadaluwarsa (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

·         Hukum dagang bersumber terutama pada:
a.       KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Sipil = KUHS) khususnya buku III perihal Perikatan.
b.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
c.       Peraturan-peraturan di bidang perdagangan di luar KUHD (koperasi, paten, hak milik industri, Perum, Perjan, Persero, perusahaan Negara, dan lain-lain).

Ø  Sumber Hukum Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antarnegara.
Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antarnegara diperlukan suatu instrument hukum dalam bentuk peraturan-peraturan, baik nasional maupun internasional seperti hukum perdagangan internasional (international trade law). Hukum Perdagangan Internasional merupakan bagian dari hukum bisnis atau hukum ekonomi.
Perlu dapat disimak Sumber Hukum Perdangangan Internasional yang justru dapat mengatasi tertinggalnya dasar Hukum Dagang Indonesia, yaitu KUHD dan KUHPdt (Buku III). Hal-hal esensial dari sumber hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Provisi Kontrak (Contract Provisions)
Perlu dipahami bahwa yang merupakan dasar dan sumber hukum utama bagi suatu kontrak, termasuk kontrak tentang jual beli internasional adalah contract provisions, yakni apa-apa yang telah diatur dalam kontrak tersebut oleh kedua belah pihak. Hukum memandang kontrak sebagai your own business. Artinya terserah pada para pihak mau mengatur bisnisnya secara bagaimana dalam kontrak tersebut.
Untuk itu paling jauh hukum hanya memberikan rambu-rambu demi mencapai dan melindunginya berbagai kepentingan lain yang lebih tinggi, misalnya mencapai keadilan, ketertiban umum, kepentingan negara dan sebagainya.

b.      Hukum Kontrak Umum (General Contract Law)
KUHPerdata, yang juga merupakan salah satu dasar dan sumber hukum bagi suatu kontrak, menyediakan aturan, antara lain yang bersifat General Contract Law. Artinya banyak ketentuan dalam Buku Ketiga KUHPerdata yang mengatur secara umum saja, seperti yang berlaku bagi seluruh macam kontrak, apakah dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dan sebagainya. Apabila terhadap suatu jual beli internasional berlaku hukum Indonesia, maka ketentuan umum dalam Buku Ketiga KUHPerdata tersebut juga harus diterapkan.

c.       Hukum Kontrak Khusus (Specific Contract Law)
Selain ketentuan-ketentuan umum tentang kontrak yang terdapat dalam KUHPerdata, maka KUHPerdata juga mengatur tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu. Ada ketentuan tentang jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan sebaginya. Terhadap perjanjian jual beli internasional, jika yang hukum Indonesia, maka berlaku juga ketentuan tentang perjanjian jual beli yang terdapat dalam KUHPerdata.


Ketentuan tentang jual beli dalam KUHPerdata ini ditemukan dalam Pasal 1457 KUHPdt sampai dengan Pasal 1540 KUHPdt, yang prinsipnya mengatur tentang:
a.       Ketentuan-ketentuan Umum
b.      Kewajiban-kewajiban Penjual
c.       Kewajiban Pembeli
d.      Hak Membeli Kembali
e.       Ketentuan-ketentuan Khusus Mengenai Jual Beli Piutang dan Hak-hak tidak Berwujud Lainnya.

d.      Kebiasaan Dalam Perdagangan Internasional
Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat merupakan salah satu sumber hukum. Demikian juga dengan kebiasaan dalam bisnis atau dagang. Sehingga apa yang namanya trade usage merupakan salah satu sumber hukum dagang dan merupakan salah satu pedoman dalam menginterprestasi kontrak bisnis termasuk Hukum Dagang Internasional. Misalnya jika ada pemesanan pembelian letterheads oleh pihak pembeli dari pihak percetakan, maka jika yang dikirim kemudian hanya berjumlah 960 saja, tidaklah berarti pihak penjual atau pencetak telah ingkar janji. Sebab, telah menjadi kebiasaan dalam bisnis yang telah diterima secara meluas dalam praktek bisnis sejenis bawha terhadap pemesanan yang demikian, kekurangan atau kelebihan tidak lebih dari 5% dapat ditoleransi.

e.       Yurisprudensi
Adakalanya apa yang terdapat dalam praktek dagang sehari-hari kemudian dikukuhkan dalam suatu yurisprudesi, yakni diputuskan oleh pengadilan yang kemudian keputusan tersebut memperoleh kekuatan tetap. Dalam sistem hukum Indonesia, seperti juga dalam negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental lainnya, bahwa kekuatan dari yurisprudensi tidak sekuat di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, dengan teori precedent-nya.
Namun demikian, yurisprudensi di negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental tersebut tetap saja menjadi dasar hukumnya, terutama terhadap hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang, atau yang memerlukan penafsiran-penafsiran terhadap suatu undang-undang.

f.       Kaidah Hukum Perdata Internasional
Banyak juga kaidah Hukum Perdata Internasional yang digunakan terhadap suatu kontrak jual beli internasional. Sebab, sebagaimana transaksi lainnya yang melibatkan para pihak dari berbagai negara, kemungkinan untuk timbul suatu konflik antara hukum di negara yang satu dengan hukum di negara lainnya tentunya besar. Apalagi terhadap kontrak dagang rutin yang hanya memakai kontrak yang sangat sederhana, sehingga pengaturan dalam kontrak sama sekali tidak jelas.

g.      International Convention
International Convention adalah kesepakatan-kesepakatan internasional yang telah, sedang atau akan diratifikasi oleh banyak Negara di dunia ini. Ketentuan yang terdapat dalam konvensi-konvensi internasional tersebut berlaku juga terhadap perjanjian jual beli internasional. Asal saja negara kedua belah pihak tersebut merupakan peserta konvensi dan telah meratifikasi konvensi tertentu itu sehingga menjadi bagian dari hukum nasionalnya.

h.      Ketentuan-ketentuan Yang Diundangkan oleh Negara Tertentu
Terdapat lagi ketentuan-ketentuan lain yang akan melakukan dan terlibat dalam suatu transaksi dalam perdagangan internasional, misalnya undang-undang dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang berkenaan dengan ekspor-impor, Letter Of Credit, Asuransi, Bill Of Lading, Bill Of Exchange dan lain sebagainya.

3.8        Pembagian Hukum

a.       Menurut bentuknya hukum dapat dibagi dalam:
1.      Hukum tertulis
2.      Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan)

b.      Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1.      Ius Contstitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
2.      Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
3.      Hukum Alam, yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.

c.       Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:
1.      Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

2.      Hukum Publik ( hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antara negara  dengan warga negaranya, yaitu:
·         Hukum tatanegara
·         Hukum administrasi Negara
·         Hukum pidana
·         Hukum internasional
·         Hukum pajak
·         Hukum perburuhan, dan lain-lain


3.9        Persekutuan Dagang

Dalam Hukum Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain sebagai berikut:
1.      Firma
Suatu persekutuan yang bertujuan untuk melakukan perusahaan bersama di bawah satu nama, sehingga dalam bentuk firma itu beberapa orang melakukan usahanya di bawah nama yang telah disepakatinya.




2.      Perseroan Komanditer
Dalam perseroan komanditer terdapat dua macam persero, yaitu persero biasa dan persero komanditer.
Persero komanditer hanya menyediakan modal saja dan tidak ikut menjalankan perusahaan. Persero ini hanya bertanggung jawab sampai sejumlah uang yang disetorkan saja.
3.      Perseroan Terbatas
Dalam Perseroan Terbatas (PT), tiap persero bertanggung jawab dengan modal yang disetor saja. Modal perseroan terdiri atas hasil penjualan saham-saham. PT harus didirikan dengan Akta Notaris dan mendapatkan pengesehan dari Departemen Kehakiman serta Anggaran Dasarnya harus dimuat dalam Tambahan Berita Negara.
4.      Koperasi
Perkumpulan koperasi adalah perkumpulan yang anggota-anggotanya diperkenankan keluar  masuk dan yang bertujuan memajukan kepentingan kebendaan para anggotanya dengan jalan mengadakan usaha dalam lapangan ekonomi demi kesejahteraan bersama.
Koperasi didirikan atas usaha bersama, permodalannya diusahakan bersama, yaitu berasal dari iuran wajib yang dikumpulkan setiap bulan yang harus dipenuhi oleh anggotanya disamping iuran sukarela. Pengurus koperasi terdiri atas para anggota koperasi sendiri, sehingga mereka akan bertanggung jawab penuh dalam menjalankan usaha-usahanya itu.

3.10    Perantara Dalam Hukum Dagang

Pedagang-pedagang besar membutuhkan bantuan dan perantaraan orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian B.W. dan lazimnya juga di namakan pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang “lasthebber”. Dalam pengertian B.W. dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan commissionair.
Seorang agen dagang, melakukan pekerjaan yang berupa memberikan perantaraan dalam pembuatan perjanjian-perjanjian antara seorang pedagang tetap dengan orang-orang lain, tetapi ia dapat juga dikuasakan untuk menutup sendiri perjanjian-perjanjian itu diatas nama dan atas tanggungan pedagang tersebut. Biasanya ia mengurus kepentingan dagang sehari-hari dari seorang atau dari beberapa orang pedagang dan berlaku sebagai juru kausa dari kantor-kantor dagang di dalam atau di laur negeri. Ia berhak atas suatu upah tiap kali ia menutup suatu perjanjian atau memberikan perantaraannya dalam penutupan itu. Tetapi biasanya ia mendapat suatu upah juga meskipun perantaraannya tidak dipergunakan.
Seorang makelar, menurut undang-undang adalah seorang penaksir dan perantara dagang yang telah disumpah, yang menutup perjanjian-perjanjian atas pemerintah dan atas nama seorang lain dan yang untuk pekerjaannya itu diminta suatu upah yang lazim dinamakan provisi atau courtage. Sebelum menjalankan pekerjaannya, ia disumpah dahulu didepan Pengadilan Negeri di tempat kediamannya, bahwa ia akan melakukan pekerjaannya itu dengan jujur.
Semua orang yang disebutkan di atas itu selalu menghubungkan orang yang memberikan perintah kepada mereka atau yang mereka wakili dengan suatu pihak lain secara langsung. Apabila kedua pihak telah dihubungkan satu sama lain, mereka mengundurkan diri dan tidak memikul tanggung jawab suatu apapun. Tidak halnya dengan seorang commissionair ia adalah seorang perantara yang berbuat atas pemerintah dan atas tanggungan seorang lain juga menerima suatu upah atau provisi, tetapi bertindak atas namanya sendiri.
Suatu perjanjian yang ditutupi oleh seorang commissionair mengikat dari commissionair itu sendiri terhadap pihak lain. Memang seorang commissionair hanya dikuasai untuk berdagang atas tanggungan orang yang memberikan pihak lain. Sebaliknya seorang commissionair berhak untuk menuntut sendiri pihak lain itu tentang pelaksanaan perjanjian yang telah ditutup itu. Seorang commissionair diwajibkan memberikan pertanggung jawaban kepada orang yang memberikan perintah tentang semua perjanjian yang telah ditutup dan tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan perjanjian-perjanjian itu.

Pada zaman modern ini, perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan. Adapun pemberian perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan, seperti:
a.       Pekerjaan perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling, dan sebagainya.
b.      Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas, baik di darat, laut, dan udara.
c.       Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutupi risiko pengangkutan dengan asuransi.

3.11    Sistematika KUH Perdata

Bagian-bagian KUH Perdata yang mengatur tentang Hukum Dagang sebagian terbesar terletak pada Kitab III perikatan. Yang dimaksud dengan Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Hukum dagang tersebut terletak dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari dalam lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya. 
Hukum Dagang di Indonesia terutama bersumber pada :
v  Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
·         KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau Wetboek Van Koophandel Indonesia (W.K)
·         KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (B.W)
Hukum-hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Hukum dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran dan dagang pada umumnya. KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri. Dan terbagi dalam bagian-bagian dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan masing-masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat.

3.12    Pengaturan Hukum Dagang

Peraturan dagang selain diatur dalam Hukum Perdata tentang perikatan juga diatur dalam hukum berbagai peraturan perudangan, baik sudah dikodifikasikan maupun yang belum dikodifikasikan, yaitu:
a.       Peraturan hukum dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
b.      Peraturan hukun dagang yang belum dikodifikasikan.
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
Ø  Peraturan tentang koperasi
Ø  Peraturan pailisemen
Ø  Undang-undang oktroi
Ø  Peraturan lalu lintas
Ø  Peraturan maskapai andil Indonesia
Ø  Peraturan tentang perusahaan Negara

Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
Ø  Persetujuan jual beli (contract of sale)
Ø  Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
Ø  Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Untuk mengantisipasi kemajuan dalam bidang ekonomi, dan semakin majunya lalu lintas perdagangan, baik di tingkat nasional maupun internasional (global dan regional), Indonesia memerlukan instrument hukum baru yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang berkembang dewasa ini. Hal ini diperlukan karena banyaknya persoalan hukum yang menyangkut masalah-masalah ekonomi atau bisnis yang belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang berlaku di Indonesia.

Kemajuan di bidang ekonomi terutama di sektor perdagangan belum dapat diikuti oleh instrument hukum yang berlaku di negara kita, baik aturan hukum perdata maupun hukum dagang. Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan di Indonesia adalah berasal dari Code Civil dan Code du Commerce Prancis tahun 1808, kemudian berlaku di Negeri Belanda tahun 1828 menjadi Burgelijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Kophandel (WvK). Kedua bidang hukum tersebut selanjutnya diterapkan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi semenjak tahun 1838 menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Kedua bidang hukum ini sudah tidak dapat lagi menjangkau permasalahan ekonomi dan bisnis yang semakin kompleks dewasa ini, antara lain menyangkut masalah investasi, perdagangan internasional, pasar modal, anti trust dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan instrument hukum baru yang berupa peraturan-peraturan di bidang bisnis baik secara nasional maupun internasional.














BAB 4                     PENUTUP

4.1        Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari materi diatas diantaranya yaitu Hukum dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini berlaku adagium “Lex specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang bersifat umum. Sejak abad pertengahan Eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya).
Hukum terdiri dari beberapa unsur yaitu, peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, peraturan itu bersifat memaksa, dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut norma atau kaidah) yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat, serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya. Bagian-bagian dalam perkumpulan dagang yaitu Maatschap, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Perseroan Terbatas, Perseroan Andil Indonesia, dan Perusahaan Negara. Pembagian Hukum menurut bentuknya yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, menurut waktu berlakunya yaitu Ius Contstitutum,  Ius Constituendum dan hukum alam. Sedangkan menurut isinya yaitu hukum privat dan hukum public. Dalam Hukum Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang yaitu firma, perseroan komanditer, perseroan terbatas dan koperasi. Pedagang-pedagang besar membutuhkan bantuan dan perantaraan orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Hukum dagang tersebut terletak dalam hukum perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari dalam lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya. Peraturan hukum dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

4.2        Saran

Jika kita menjalankan usaha atau berdagang hendaknya kita harus mengetahui beberapa aspek yang mengatur hukum dagang itu sendiri. Dan semua hal-hal tersebut sudah di atur dalam KUHD. Dalam berdagang kita harus jujur, artinya jujur dalam arti usaha yang kita jalankan harus diketahui oleh pemerintah atau mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan jujur dalam hal lainnya. Disamping itu usaha yang kita jalankan juga harus bermanfaat bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.



DAFTAR PUSTAKA


Masriani Tiena Yulies, S.H., M.Hum. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., & Christine S.T. Kansil, S.H. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi). Jakarta: PT Pradnya Paramita
Prof. R. Soekardono,S.H. 1981. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat
Prof. Dr. Soedjono Dirdjosiswono, SH., MM. 2006. Pengantar Hukum Dagang Internasional. Bandung: PT Refika Aditama
Muhammad Sood, S.H., M.H. 2011. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Prof. Subekti, S.H. 1994. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermassa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar