BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejak abad
pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa
dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai
pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan
Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu Hukum Romawi (corpus lurus
civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka
dibuatlah hukum baru di samping Hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad
ke-16 yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya
hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang
oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan
peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur
tenteng kedaulatan dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang
tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (Code De Commerce) yang tersusun
dari Ordonnance Du Commerce (1673)
dan Ordonnance Du La Marine (1838).
Pada saat itu
Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda dan
pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal
peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan. KUHD Belanda
berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pembuatan KUHD
di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff
merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang
berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia
memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan
kewajiban yang tertib dari pelayaran.
1.2 TUJUAN
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka salah satu tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan menjelaskan pengertian dari hukum dagang, mengetahui hubungan
antar hukum dagang dengan hukum perdata, mengetahui sumber-sumber hukum dagang
dan lain-lainnya yang berhubungan dengan materi hukum dagang.
BAB 2 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa
pengertian tentang hukum dagang
2. Bagaimana
hubungan antara hukum perdata dengan hukum dagang
3. Bagaimana
sejarah dalam hukum dagang
4. Apa
saja unsur-unsur dalam hukum dagang
5. Apa
saja sifat dan tujuan dari hukum tersebut
6. Apa
saja perkumpulan-perkumpalan dagang tersebut
7. Apa
saja sumber-sumber dari hukum dagang yang ada di Indonesia dan sumber hukum
perdagangan internasional
8. Bagaimana
pembagian dalam hukum
9. Apa
saja persekutuan dari hukum dagang
10. Apa
saja perantara dalam hukum dagang
11. Bagaimana
sistematika KUH perdata dalam hukum dagang
12. Bagaimana
pengaturan hukum dagang dalam hukum perdata
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Definisi Hukum
Sebagaimana
diterangkan, pembagian hukum perdata dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, hanya berdasarkan riwayat saja. Pada
pokoknya hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yakni peraturan-peraturan
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman
tertentu. Suatu pengertian ekonomi lagi yang banyak dipakai dalam W.v.K. ialah
pengertian “bedrijf”. Seorang dapat dikatakan mempunyai suatu perusahaan, jika
ia bertindak ke luar untuk mencari keuntungan dengan suatu cara dimana ia
menurut imbangan lebih banyak mempergunakan modal (capital menurut pengertian
ekonomi) dari pada mempergunakan tenaganya sendiri(arbeid).
Seorang
mempunyai suatu “beroep” jika ia untuk mencari penghidupan bekerja terutama
dengan tenaganya sendiri. Dengan demikian, seorang pengacara, seorang dokter
dan seorang tukang cukur semuanya mempunyai pekerjaan tetap, tetapi seorang
pemilik hotel, seorang pemilik pabrik dan seorang juru pengangkut
(transporteur) semuanya mempunyai suatu perusahaan.
Pengertian
perusahaan (bedrijf), penting untuk beberapa pasal undang-undang.
a. Siapa
saja yang mempunyai suatu perusahaan, diwajibkan “melakukan pembukuan” tentang
perusahaan (Pasal 6 W.v.K.)
b. Lapangan
pekerjaan dari suatu perseroan firma, adalah “menjalankan suatu perusahaan”
c. Pada
umumnya suatu akte di bawah tangan yang berisikan suatu pengakuan dari suatu
pihak, hanya mempunyai kekuatan pembuktian, jika ia ditulis dengan tangan
sendiri oleh si berhutang atau dibubuhi tanda persetujuan yang menyebutkan
jumlahnya uang pinjaman. Tetapi peraturan ini tidak berlaku terhadap
hutang-hutang perusahaan
d. Suatu
putusan hakim dapat dijalankan dengan paksaan badan (gijzeling) terhadap tiap
orang yang telah menandatangani suatu surat wesel atau cek. Tetapi terhadap
seorang yang menandatangani itu hanya diperbolehkan jika surat-surat itu
mengenai perusahaannya.
e. Orang
yang menjalankan suatu perusahan, adalah “pedagang” (koopman) dalam pengertian
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).
Hukum
dagang adalah keseluruhan aturan hukum yang
mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam usaha
mereka untuk menjalankan perdagangan. Perjanjian KUH Perdata artinya sebagian
besar dari perikatan-perikatan terbit karena perjanjian-perjanjian. Demikian
pula halnya dengan hukum dagang, sehingga bagian dari ilmu hukum ini dapat
dinyatakan sebagai sekelompok hukum perikatan. Hukum sipil itu terdiri dari
hukum sipil dalam arti luas dan hukum sipil dalam arti sempit. Hukum sipil
dalam arti luas yang meliputi hukum perdat dan hukum dagang. Sedangkan hukum
sipil dalam arti sempit meliputi hukum perdata saja.
3.2 Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang
adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap
perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan
antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata erat sekali, karena sebagian dari
aturan-aturan Hukum Dagang terdapat dalam Buku III KUH-Perdata tentang
Perikatan. Adapun yang dimaksud dengan perikatan adalah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang di satu pihak menimbulkan
kewajiban dan di pihak yang lain menimbulkan suatu hak. Hak dan kewajiban itu
bersumber dari perjanjian misalnya jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar,
komisioner, wesel, cheque, Firma, CV, PT dan sebagainya.
Begitu
eratnya hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang ini dapat dilihat dari bunyi
pasal 1 KUHD yaitu:
“Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tidak diadakan penyimpangan khusus, maka berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam Undang-undang ini.”
Rumusan
pasal 1 di atas mencerminkan bahwa KUH-Dagang adalah hukum yang bersifat khusus
sedangkan KUH-Perdata merupakan peraturan yang bersifat umum. Hal ini terjadi
apabila suatu hal telah diatur dalam KUH-Dagang, maka ketentuan-ketentuan Hukum
Perdata tidak diberlakukan, tetapi bila suatu hal tidak diatur dalam KUHD
aturan itu terdapat dalam KUH-Perdata, maka ketentuan-ketentuan KUH-Perdata
berlaku dalam hubungan hukum di bidang perdagangan yaitu dalam melakukan
perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hubungan hukum
perdata dengan hukum dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang
berbunyi: “Ketentuan-ketentuan dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur
dalam KUH Dagang, kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam
hubungan ini berlaku adagium “Lex
specialis derogat lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus
mengalahkan hukum yang bersifat umum.
Dari rumusan
pasal 1 di atas dapat dilihat bahwa KUH Dagang adalah hukum yang bersifat
khusus dan KUH Perdata bersifat umum. KUH Perdata adalah genusnya dan KUH Dagang adalah speciesnya.
Jadi KUH Dagang adalah perkecualian dari KUH Perdata. Berarti jika KUH Dagang
telah mengaturnya secara khusus, maka ketentuan-ketentuan KUH Perdata tidak
berlaku lagi, tapi bila dalam KUH Dagang belum diatur, maka ketentuan-ketentuan
praktek perdagangan tersebut, tunduk terhadap KUH Perdata yaitu tentang
perikatan atau perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam
lapangan harta kekayaan.
Dengan
demikian, hukum dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum
perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum perjanjian yang terdapat baik
dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan. Karena hukum perikatan adalah
bagian dari hukum perdata maka hukum dagang adalah merupakan bagian dari hukum
perdata, misalnya pasal 1319 KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang
bernama maupun yang tidak bernama harus tunduk pada ketentuan-ketentuan KUH
Perdata.
Dalam hukum
dagang banyak sekali perjanjian bernama seperti perjanjian jual-beli,
pengangkutan, asuransi, makelar, dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan
secara khusus dalam KUH Dagang, asas-asas pokok perjanjian tersebut tunduk pada
KUH Perdata.
Demikian
eratnya hubungan tersebut, sehingga ada beberapa pendata para sarjana hukum
yang menggambarkan hubungan hukum perdata dengan hukum dagang, yaitu:
a. Prof.
Subekti, S.H., berpendapat:
“Terdapatnya KUHP di
samping, KUHS/KUH Perdata sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, karena
sebenarnya “hukum dagang tidak lain daripada hukum perdata”, dan perkataan
dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian
perekonomian.
Dengan demikian
sudahlah diakui, bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai hukum khusus
terhadap hukum umum.
b. Prof.
Sudiman Kartodiprojo, S.H., berpendapat:
“Dengan perkataan lain
KUHD merupakan lex specialis terhadap
KUH Perdata, dan KUH Perdata sebagai lex
generalis terhadap KUHD.”
c. Prof.
Soekardono, S.H., berpendapat:
“Pasal 1 KUHD
memelihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum dagang, sekedar KUHD
tidak khusus menyimpang dari KUHS.”
Dapatlah
dirumuskan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antar
individu (non-pemerintah) yaitu orang atau badan hukum sebagai satu dengan orang atau badan hukum sebagai pihak
lain, mengenai benda bergerak atau tidak bergerak dan jasa serta berbagai
kebutuhan individu (non-pemerintah) yang diatur sedemikian rupa sejak individu
masih dalam kandungan sampai dengan setelah meninggal dunia. Ketentuan Hukum
Perdata ini berkaitan dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang
diikuti dengan akibat hukum yang dapat dipaksakan berdasarkan keputusan
pengadilan.
Mencermati
pendapat para Guru Besar yang telah disebut di atas jelas bahwa Hukum Dagang
adalah bagian Hukum Perdata yang secara khusus mengatur perdagangan. Oleh
karena itu, seperti telah dikemukakan bahwa Hukum Dagang yang terkodifikasi
dalam KUHD yang sudah lebih dari satu abad itu sudah tidak mampu mewadahi
hubungan hukum mengenai kegiatan perdagangan, baik nasional apalagi
internasional, yang perkembangannya semakin pesat ditunjang oleh hasil
teknologi canggih dalam informasi dan komunikasi di era kesejagatan ini.
3.3 Sejarah Hukum Dagang
Sebagaimana
dikatakan di muka, hukum. dagang adalah
merupakan hukum perdata khusus bagi para pedagang. Karenanya pembagian hukum
perdata dengan hukum dagang bukanlah pembagian yang sangat mendasar, tetapi
timbul dari kebutuhan-kebutuhan masyarakat pedagang melalui proses sejarah.
Perkembangannya
dimulai sejak lebih kurang tahun 1500. Di Italia dan Prancis Selatan lahir
kota-kota pusat perdagangan , seperti Florence, Venesia, Marseilles, dan
lain-lain. Hukum Romawi (Corpus Iuris
Civilis) tidak dapat menyelesaikan perkara yang ada pada waktu itu,
sehingga para pedagang (gilda)
membuat peraturan sendiri di samping Hukum Romawi, yang masih bersifat
kedaerahan.
Berlakunya KUH dagang di Indonesia di sampan KUH Perdata
berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu : segala badan negara dan
peraturan yang ada masih terus berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini. KUH Perdata dan KUH Dagang, yang merupakan peninggalan
pemerintahan Hindia Belanda, masih terus berlaku hingga sekarang ini sebelum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar kita.
KUH
Perdata dan KUH Dagang mulai berlaku di Indonesia (Hindia Belanda) pada 1 Mei
1948, sebagai turunan dari Burgerlijk
Wetboek (KUH Perdata) dan Wetboek Van
Koophandel (KUHD). KUH Perdata dan KUHD Belanda ini, bukanlah merupakan
hasil hukum nasionalnya, tetapi merupakan jiplakan dari Kitab Undang-undang
Prancis yang bernama Code Civil dan Code Decommerce.
Pada
waktu abad ke 17, di Prancis timbul kebutuhan-kebutuhan para pedagang terhadap
peraturan-peraturan perniagaan, karena Hukum Civil/Hukum Perdata yang dikenal
dengan Corpus Iuris Civilis, tidak mampu lagi
menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di kalangan pedagang,
demikian juga dengan hukum kebiasaan yang banyak tumbuh, tidak lagi dapat
memberikan kepuasan bagi para pedagang. Sehingga dipandang perlu untuk membuat
suatu peraturan tertulis yang khusus mengatur ketentuan-ketentuan dalam
perdagangan, maka atas perintah Raja Lodewijk XIV Prancis, dibuatlah kodifikasi
yang pertama mengenai hukum dagang, dikenal dengan “Ordonnance Du Commerce” tahun
1673 dan tahun 1681 dilanjutkan dengan munculnya “Ordonnance De La Marine”.
Selanjutnya
kedua kitab hukum dagang di atas (tahun 1673 dan 1681) dijadikan sebagai sumber
bagi pengkodifikasian hukum dagang pada tahun 1807. Pada tahun ini lahirlah hukum
dagang yang baru yaitu Code De Commerce. Dengan demikian di
Prancis sejak tahun 1807 sudah ada kodifikasi hukum dagang yaitu Code
De Commerce yang dipisahkan dari Code Civil yaitu hukum perdata.
Selanjutnya
pada tahun 1838 code de commerce dan code civil
Prancis, dinyatakan berlaku di Negeri Belanda. Kemudian perintah Belanda
membuat kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk
Wetboek) dan kodifikasi hukum dagang (Wetboek
Van Koophandel) berdasarkan code de
commerce dan code civil Prancis,
yang disahkan oleh pemerintah Belanda dan diberlakukan di Belanda pada tahun
1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi (asas persamaan) maka KUHD Belanda
1838, dijadikan sumber dan dasar bagi penyusunan KUHD Indonesia tahun 1848. Dan
sejak tanggal 1 Mei 1848 sampai sekarang ini berlakulah KUHD yang disusun
berdasarkan KUHD Belanda.
3.4 Unsur-Unsur Hukum
Berdasarkan
definisi hukum tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum itu terdiri dari
beberapa unsur, yaitu:
a. Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c. Peraturan
itu bersifat memaksa
d. Sanksi
terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
3.5 Sifat dan Tujuan Hukum
Hukum mempunyai
sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut norma atau kaidah) yang
dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat, serta
memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau
patuh mentaatinya.
Tujuan hukum
mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,
kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses
pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak
dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri. Hukum itu mengabdi pada tujuan negara
yang pada pokoknya mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
3.6 Perkumpulan-perkumpulan Dagang
a. Maatschap
Sebagaimana diketahui, maatschap
adalah suatu bentuk kerjasama yang paling sederhana, yang diatur di dalam B.W.
oleh karena lapangan pekerjaannya tidak dibatasi pada sesuatu hal, maka bentuk
ini dapat dipakai juga untuk melakukan perdagangan. Tiap anggota maatschap,
hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-orang pihak ketiga. Ia tak
dapat mengikat teman-teman anggotanya, kecuali jika mereka itu memberikan
padanya suatu penguasaan khusus untuk bertindak atas nama mereka. Keanggotaan
maatschap bersifat sangat pribadi, artinya tidak mungkin digantikan oleh orang
lain.
b. Perseroan
Firma
Ini adalah suatu bentuk
perkumpulan dagang yang peraturan-peraturannya terdapat dalam W.v.K. perkataan
“Firma” sebenarnya berarti suatu nama yang dipakai oleh beberapa orang bersama
untuk berdagang. Menurut undang-undang, suatu perseroan Firma ialah suatu
“bedrifj” dengan memakai suatu nama bersama. Perkataan “Firma” juga lazim
dipakai, jika yang dimaksudkan perkumpulan dagang yang memakai nama itu. Dalam
suatu perseroan Firma tiap persero (firmant) yang namanya tercantum di dalam
akte pendirian (tidak dikecualikan) berhak untuk melakukan pengurusan dan
bertindak ke luar atas nama perseroan. Segala perjanjian yang diperbuat oleh
seorang persero, mengikat juga teman-teman persero lainnya. Segala apa yang
diperoleh oleh salah seorang persero, menjadi benda kepunyaan Firma, yang
berarti kepunyaan semua persero bersama.
c. Perseroan
Komanditer (CV)
Ini adalah suatu perseroan, dimana
seorang atau beberapa orang persero tidak turut campur dalam pengurusan atau
pimpinan perseroan, tetapi hanya memberikan suatu modal saja. Persero yang
“berdiri di belakang layar” ini juga turut mendapat bagian dalam keuntugan dan
juga turut memikul kerugian seperti seorang persero biasa, tetapi tanggung
jawabnya adalah terbatas, yaitu ia tidak akan memikul kerugian yang melebihi
jumlah modal yang ia masukkan menurut perjanjian.
Persero yang berdiri di belakang layar itu, dinamakan
komanditaris, sedangkan mereka yang memimpin perseroan dan bertindak ke luar
dinamakan pesero-pengurus atau pesero-pemimpin.
d. Perseroan
Terbatas atau Naamloza Vennontschap (N.V.)
Ini adalah suatu perseroan yang
modalnya terbagi atas suatu jumlah surat andil atau sero, yang lazimnya
disediakan untuk orang yang hendak turut. Perkataan “terbatas” ditujukan pada
tanggung jawab atau risiko dari para persero atau pemegang andil, yang hanya
terbatas pada harga surat andil atau sero yang mereka ambil.
Adapun perkataan “naamloos”
ditujukan pada keadaan tidak ada persero atau pemegang andil seorang pun yang
namanya dipakai oleh perseroan. Jadi tidak berarti bahwa suatu N.V. itu tidak
mempunyai suatu nama. Bahkan suatu N.V. selalu diharuskan memakai suatu nama,
agar orang-orang pihak ketiga mengetahui dengan siapa mereka itu berhadapan.
e. Perkumpulan
Koperasi
Ini adalah suatu bentuk kerjasama
yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan. Meskipun perihal koperasi ini
tidak diatur dalam W.v.K., akan tetapi untuk lengkapnya ada baiknya juga
dibicarakan di sini. Perihal Perkumpulan Koperasi, dulu ada dua peraturan,
suatu peraturan umum yang berlaku untuk semua golongan penduduk (Stbl. 1933 –
108) dan satu peraturan khusus untuk bangsa Indonesia (Stbl. 1927 – 91), sejak
tahun 1958 kita mempunyai suatu undang-undang nasional, yaitu Undang-undang No.
79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi.
f. Perseroan
Andil Indonesia atau I.M.A.
Ini adalah suatu bentuk perseroan
yang diatur dalam suatu peraturan khusus. Jadi di luar W.v.K., dan dimaksudkan
untuk dipergunakan oleh orang-orang Indonesia saja. Pendirian I.M.A. cukup
dilakukan dengan suatu akte di bawah tangan (tidak usah dengan notaris), yang
harus dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang diwajibkan memeriksanya
dan meneruskannya Kepada Menteri Kehakiman dengan disertai pertimbangannya.
g. Perusahaan
Negara (PN)
Ini didirikan dengan Peraturan
Pemerintahan berdasarkan P P Pengganti Undang-undang No. 19 Tahun 1960. PN ini
merupakan suatu badan hukum dan modalnya terdiri dari kekayaan Negara yang
dipisahkan, tetapi tidak terbagi atas saham-saham. Ia dipimpin oleh sebuah
Direksi.
3.7 Sumber-Sumber Hukum Dagang
Ø Sumber
Hukum Dagang di Indonesia
Hukum Dagang
Indonesia yang utama adalah “Hukum Dagang” yang berasal dari pemerintahan
Hindia Belanda yaitu Wetboek van
Koophandel (WvK), yang dalam bahasa Indonesi dinamakan Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD). Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sebenarnya merupakan bagian dari hukum
perdata, khususnya mengenai perikatan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kita kenal dengan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPdt) buku III tentang perikatan.
Sumber utama
dari perikatan-perikatan adalah perjanjian-perjanjian, artinya sebagian besar
dari perikatan-perikatan terbit karena adanya perjanjian-perjanjian. Demikian
pula halnya dengan hukum dagang, sehingga bagaian dari ilmu hukum ini dapat
dinyatakan sebagai sekelompok hukum perikatan (een stuk verbintenissenrecht),
perikatan-perikatan mana buat sebagian besar terbit karena
perjanjian-perjanjian khusus (bijzondere overeenkomsten), mungkin dapat terbit
juga diluar perjanjian, misalnya sebagai akibat tubrukan kapal-kapal (aanvaring
van schepen).
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
terdiri dari dua buku yaitu:
Buku
I terdiri atas 10 bab dan berjudul: Tentang Dagang
pada Umumnya.
Bab I Tentang
pedagang dan perbuatan pedagang.
Bab II Tentang
pemegang buku.
Bab III Tentang
beberapa jenis perseroan.
Bab IV Tentang
bursa dagang, makelar dan kasir.
Bab
V Tentang komisioner, ekspeditur,
pengangkutan dan nahkoda perahu yang
melalui sungai dan perairan darat.
Bab
VI Tentang surat wesel dan
surat order.
Bab
VII Tentang cheque, promes dan
kuitansi kepada pembawa.
Bab
VIII Tentang reklame atau
penuntutan kembali dalam kepailitan.
Bab
IX Tentang asuransi dan
pertanggungan pada umumnya.
Bab
X Tentang pertanggungan
(asuransi) terhadap kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang
belum dipenuhi dan pertanggungan jiwa.
Buku
II tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran yang
terdiri dari:
Bab I Tentang
kapal laut dan muatannya.
Bab II Tentang
pengusaha-pengusaha dan perusahaan kapal.
Bab III Tentang
nahkoda, anak kapal dan penumpang.
Bab IV Tentang
perjanjian laut.
Bab VA Tentang
pengangkutan barang.
Bab VB Tentang
pengangkutan orang.
Bab VI Tentang
penubrukan.
Bab VII Tentang
pecahnya kapal, pendamparan dan diketemukannya barang di laut.
Bab
VIII Tentang dihapus (menurut Stbl
1933 No. 47 jo Stbl 1938 No. 2 yang mulai berlaku 1 April 1938).
Bab
IX Tentang pertanggungan
terhadap segala bahaya laut dan terhadap
bahaya-bahaya perbudakan.
Bab
X Tentang pertanggungan
terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat, sungai dan perairan darat.
Bab
XI Tentang kerugian laut
(avary).
Bab
XII Tentang berakhirnya
perikatan dalam perdagangan di laut.
Bab
XIII Tentang kapal-kapal dan
perahu-perahu yang melalui sungai dan perairan darat.
Mencermati
daftar isi KUHD segera terlihat betapa Undang-Undang ini sudah “out off date”. Pengangkutan yang diatur
hanya pelayaran. Sedangkan masa kini tidak saja sudah ada angkutan udara, juga
telah ada faximilie, internet dan lain-lain.
v Sumber-sumber
Hukum Dagang lainnya:
a. Undang-undang
b. Kebiasaan
c. Keputusan
hakim (yurisprudensi)
d. Perjanjian
internasional (traktat)
e. Pendapat
para sarjana hukum (doktrin)
f. Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
g. Kitab
Undang-undang Hukum Dagang
h. Undang-undang
Bentuk-bentuk Usaha Negara (Undang-undang No. 9 Tahun 1969)
i.
Undang-undang tentang
Merk
j.
Undang-undang tentang
Kadin
k. Undang-undang
tentang Perindustrian
l.
Koperasi
·
Hukum perdata terutama
bersumber pada Kitab Undang-undang Hukum
Perdata disingkat KUHPer (Burgerlijk
Wetboek = BW)
KUHPer terdiri
dari 4 buku, yaitu:
a. Buku
I yang berjudul: Perihal orang (Van
Personen), yang memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
b. Buku
II yang berjudul: Perihal benda (Van Zaken), yang memuat hukum benda (Zakenrecht) dan hukum waris (Erfrecht).
c. Buku
III yang berjudul: Perihal (Van
Verbintenniasen), yang memuat hukum harta kekayaan (Vermogensrecht), yang berkenaan dengan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
d. Buku
IV yang berjudul: Perihal pembuktian dan kadaluwarsa (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian
dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
·
Hukum dagang bersumber
terutama pada:
a. KUHPer
(Kitab Undang-undang Hukum Sipil = KUHS) khususnya buku III perihal Perikatan.
b. Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
c. Peraturan-peraturan
di bidang perdagangan di luar KUHD (koperasi, paten, hak milik industri, Perum,
Perjan, Persero, perusahaan Negara, dan lain-lain).
Ø Sumber
Hukum Perdagangan Internasional
Perdagangan
Internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan
bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian
dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal
ini terlihat dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan
tenaga kerja antarnegara.
Untuk mendukung
terlaksananya kegiatan bisnis antarnegara diperlukan suatu instrument hukum
dalam bentuk peraturan-peraturan, baik nasional maupun internasional seperti
hukum perdagangan internasional (international
trade law). Hukum Perdagangan Internasional merupakan bagian dari hukum
bisnis atau hukum ekonomi.
Perlu dapat
disimak Sumber Hukum Perdangangan Internasional yang justru dapat mengatasi
tertinggalnya dasar Hukum Dagang Indonesia, yaitu KUHD dan KUHPdt (Buku III).
Hal-hal esensial dari sumber hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Provisi
Kontrak (Contract Provisions)
Perlu
dipahami bahwa yang merupakan dasar dan sumber hukum utama bagi suatu kontrak,
termasuk kontrak tentang jual beli internasional adalah contract provisions, yakni apa-apa yang telah diatur dalam kontrak
tersebut oleh kedua belah pihak. Hukum memandang kontrak sebagai your own business. Artinya terserah pada
para pihak mau mengatur bisnisnya secara bagaimana dalam kontrak tersebut.
Untuk
itu paling jauh hukum hanya memberikan rambu-rambu demi mencapai dan
melindunginya berbagai kepentingan lain yang lebih tinggi, misalnya mencapai
keadilan, ketertiban umum, kepentingan negara dan sebagainya.
b. Hukum
Kontrak Umum (General Contract Law)
KUHPerdata,
yang juga merupakan salah satu dasar dan sumber hukum bagi suatu kontrak,
menyediakan aturan, antara lain yang bersifat General Contract Law. Artinya banyak ketentuan dalam Buku Ketiga
KUHPerdata yang mengatur secara umum saja, seperti yang berlaku bagi seluruh
macam kontrak, apakah dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dan
sebagainya. Apabila terhadap suatu jual beli internasional berlaku hukum
Indonesia, maka ketentuan umum dalam Buku Ketiga KUHPerdata tersebut juga harus
diterapkan.
c. Hukum
Kontrak Khusus (Specific Contract Law)
Selain
ketentuan-ketentuan umum tentang kontrak yang terdapat dalam KUHPerdata, maka
KUHPerdata juga mengatur tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan
dengan kontrak-kontrak tertentu. Ada ketentuan tentang jual beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa dan sebaginya. Terhadap perjanjian jual beli
internasional, jika yang hukum Indonesia, maka berlaku juga ketentuan tentang
perjanjian jual beli yang terdapat dalam KUHPerdata.
Ketentuan
tentang jual beli dalam KUHPerdata ini ditemukan dalam Pasal 1457 KUHPdt sampai
dengan Pasal 1540 KUHPdt, yang prinsipnya mengatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan
Umum
b. Kewajiban-kewajiban
Penjual
c. Kewajiban
Pembeli
d. Hak
Membeli Kembali
e. Ketentuan-ketentuan
Khusus Mengenai Jual Beli Piutang dan Hak-hak tidak Berwujud Lainnya.
d. Kebiasaan
Dalam Perdagangan Internasional
Dalam
ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat merupakan salah satu sumber hukum.
Demikian juga dengan kebiasaan dalam bisnis atau dagang. Sehingga apa yang
namanya trade usage merupakan salah
satu sumber hukum dagang dan merupakan salah satu pedoman dalam
menginterprestasi kontrak bisnis termasuk Hukum Dagang Internasional. Misalnya
jika ada pemesanan pembelian letterheads
oleh pihak pembeli dari pihak percetakan, maka jika yang dikirim kemudian hanya
berjumlah 960 saja, tidaklah berarti pihak penjual atau pencetak telah ingkar
janji. Sebab, telah menjadi kebiasaan dalam bisnis yang telah diterima secara
meluas dalam praktek bisnis sejenis bawha terhadap pemesanan yang demikian,
kekurangan atau kelebihan tidak lebih dari 5% dapat ditoleransi.
e. Yurisprudensi
Adakalanya
apa yang terdapat dalam praktek dagang sehari-hari kemudian dikukuhkan dalam
suatu yurisprudesi, yakni diputuskan oleh pengadilan yang kemudian keputusan tersebut
memperoleh kekuatan tetap. Dalam sistem hukum Indonesia, seperti juga dalam
negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental lainnya, bahwa kekuatan
dari yurisprudensi tidak sekuat di negara-negara yang menganut sistem hukum
Anglo Saxon, dengan teori precedent-nya.
Namun
demikian, yurisprudensi di negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental
tersebut tetap saja menjadi dasar hukumnya, terutama terhadap hal-hal yang
belum diatur dalam undang-undang, atau yang memerlukan penafsiran-penafsiran
terhadap suatu undang-undang.
f. Kaidah
Hukum Perdata Internasional
Banyak
juga kaidah Hukum Perdata Internasional yang digunakan terhadap suatu kontrak
jual beli internasional. Sebab, sebagaimana transaksi lainnya yang melibatkan
para pihak dari berbagai negara, kemungkinan untuk timbul suatu konflik antara
hukum di negara yang satu dengan hukum di negara lainnya tentunya besar.
Apalagi terhadap kontrak dagang rutin yang hanya memakai kontrak yang sangat
sederhana, sehingga pengaturan dalam kontrak sama sekali tidak jelas.
g. International
Convention
International
Convention adalah kesepakatan-kesepakatan
internasional yang telah, sedang atau akan diratifikasi oleh banyak Negara di
dunia ini. Ketentuan yang terdapat dalam konvensi-konvensi internasional tersebut
berlaku juga terhadap perjanjian jual beli internasional. Asal saja negara
kedua belah pihak tersebut merupakan peserta konvensi dan telah meratifikasi
konvensi tertentu itu sehingga menjadi bagian dari hukum nasionalnya.
h. Ketentuan-ketentuan
Yang Diundangkan oleh Negara Tertentu
Terdapat
lagi ketentuan-ketentuan lain yang akan melakukan dan terlibat dalam suatu
transaksi dalam perdagangan internasional, misalnya undang-undang dan
aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang berkenaan dengan
ekspor-impor, Letter Of Credit,
Asuransi, Bill Of Lading, Bill Of Exchange dan lain sebagainya.
3.8 Pembagian Hukum
a. Menurut
bentuknya hukum dapat dibagi dalam:
1. Hukum
tertulis
2. Hukum
tidak tertulis (hukum kebiasaan)
b. Menurut
waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1. Ius Contstitutum (hukum
positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu.
2. Ius Constituendum, yaitu
hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
3. Hukum Alam, yaitu
hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di
dunia.
c. Menurut
isinya, hukum dapat dibagi dalam:
1. Hukum Privat
(hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan
orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
2. Hukum Publik
( hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
alat-alat perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan warga negaranya, yaitu:
·
Hukum tatanegara
·
Hukum administrasi
Negara
·
Hukum pidana
·
Hukum internasional
·
Hukum pajak
·
Hukum perburuhan, dan
lain-lain
3.9 Persekutuan Dagang
Dalam Hukum
Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain sebagai berikut:
1. Firma
Suatu
persekutuan yang bertujuan untuk melakukan perusahaan bersama di bawah satu
nama, sehingga dalam bentuk firma itu beberapa orang melakukan usahanya di
bawah nama yang telah disepakatinya.
2. Perseroan
Komanditer
Dalam perseroan
komanditer terdapat dua macam persero, yaitu persero biasa dan persero
komanditer.
Persero komanditer hanya menyediakan
modal saja dan tidak ikut menjalankan perusahaan. Persero ini hanya bertanggung
jawab sampai sejumlah uang yang disetorkan saja.
3.
Perseroan Terbatas
Dalam Perseroan
Terbatas (PT), tiap persero bertanggung jawab dengan modal yang disetor saja.
Modal perseroan terdiri atas hasil penjualan saham-saham. PT harus didirikan
dengan Akta Notaris dan mendapatkan pengesehan dari Departemen Kehakiman serta
Anggaran Dasarnya harus dimuat dalam Tambahan Berita Negara.
4. Koperasi
Perkumpulan
koperasi adalah perkumpulan yang anggota-anggotanya diperkenankan keluar masuk dan yang bertujuan memajukan
kepentingan kebendaan para anggotanya dengan jalan mengadakan usaha dalam
lapangan ekonomi demi kesejahteraan bersama.
Koperasi
didirikan atas usaha bersama, permodalannya diusahakan bersama, yaitu berasal
dari iuran wajib yang dikumpulkan setiap bulan yang harus dipenuhi oleh
anggotanya disamping iuran sukarela. Pengurus koperasi terdiri atas para
anggota koperasi sendiri, sehingga mereka akan bertanggung jawab penuh dalam
menjalankan usaha-usahanya itu.
3.10 Perantara Dalam Hukum Dagang
Pedagang-pedagang
besar membutuhkan bantuan dan perantaraan orang-orang lain dalam melakukan
pekerjaannya. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan.
Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau
pekerja saja dalam pengertian B.W. dan lazimnya juga di namakan pelayan,
pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua
terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang
majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang “lasthebber”. Dalam pengertian
B.W. dalam golongan kedua ini termasuk makelar dan commissionair.
Seorang agen
dagang, melakukan pekerjaan yang berupa memberikan perantaraan dalam pembuatan
perjanjian-perjanjian antara seorang pedagang tetap dengan orang-orang lain,
tetapi ia dapat juga dikuasakan untuk menutup sendiri perjanjian-perjanjian itu
diatas nama dan atas tanggungan pedagang tersebut. Biasanya ia mengurus
kepentingan dagang sehari-hari dari seorang atau dari beberapa orang pedagang
dan berlaku sebagai juru kausa dari kantor-kantor dagang di dalam atau di laur
negeri. Ia berhak atas suatu upah tiap kali ia menutup suatu perjanjian atau
memberikan perantaraannya dalam penutupan itu. Tetapi biasanya ia mendapat
suatu upah juga meskipun perantaraannya tidak dipergunakan.
Seorang makelar, menurut undang-undang adalah
seorang penaksir dan perantara dagang yang telah disumpah, yang menutup
perjanjian-perjanjian atas pemerintah dan atas nama seorang lain dan yang untuk
pekerjaannya itu diminta suatu upah yang lazim dinamakan provisi atau courtage.
Sebelum menjalankan pekerjaannya, ia disumpah dahulu didepan Pengadilan Negeri
di tempat kediamannya, bahwa ia akan melakukan pekerjaannya itu dengan jujur.
Semua orang
yang disebutkan di atas itu selalu menghubungkan orang yang memberikan perintah
kepada mereka atau yang mereka wakili dengan suatu pihak lain secara langsung.
Apabila kedua pihak telah dihubungkan satu sama lain, mereka mengundurkan diri
dan tidak memikul tanggung jawab suatu apapun. Tidak halnya dengan seorang commissionair ia adalah seorang
perantara yang berbuat atas pemerintah dan atas tanggungan seorang lain juga
menerima suatu upah atau provisi, tetapi bertindak atas namanya sendiri.
Suatu
perjanjian yang ditutupi oleh seorang commissionair mengikat dari commissionair
itu sendiri terhadap pihak lain. Memang seorang commissionair hanya dikuasai
untuk berdagang atas tanggungan orang yang memberikan pihak lain. Sebaliknya
seorang commissionair berhak untuk menuntut sendiri pihak lain itu tentang
pelaksanaan perjanjian yang telah ditutup itu. Seorang commissionair diwajibkan
memberikan pertanggung jawaban kepada orang yang memberikan perintah tentang
semua perjanjian yang telah ditutup dan tentang segala apa yang telah
diterimanya berdasarkan perjanjian-perjanjian itu.
Pada zaman
modern ini, perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan dari
produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan. Adapun pemberian
perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam pekerjaan,
seperti:
a. Pekerjaan
perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling, dan sebagainya.
b. Pengangkutan
untuk kepentingan lalu lintas, baik di darat, laut, dan udara.
c. Pertanggungan
(asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutupi
risiko pengangkutan dengan asuransi.
3.11 Sistematika KUH Perdata
Bagian-bagian
KUH Perdata yang mengatur tentang Hukum Dagang sebagian terbesar terletak pada
Kitab III perikatan. Yang dimaksud dengan Hukum Perikatan adalah hukum yang
mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak dalam
lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak yang
lain berhak atas prestasi tersebut. Hukum dagang tersebut terletak dalam hukum
perikatan, karena hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul
dari dalam lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya
jual-beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma,
CV, PT dan sebagainya.
Hukum Dagang di Indonesia terutama
bersumber pada :
v Hukum tertulis yang sudah di
kodifikasikan
·
KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau Wetboek Van Koophandel
Indonesia (W.K)
·
KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk Wetboek
Indonesia (B.W)
Hukum-hukum tertulis
yang belum dikodifikasikan, yaitu Perudang-undangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Hukum dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran dan dagang pada umumnya. KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri. Dan terbagi dalam bagian-bagian dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan masing-masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat.
Hukum dagang di atas terkait dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelajaran dan dagang pada umumnya. KUHD di Indonesia kira-kira satu abad yang lalu di bawa dari Belanda ke tanah air kita, dan KUHD ini berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 yang kitabnya terbagi atas dua, masing-masing kitab di bagi menjadi beberapa bab tentang hukum dagang itu sendiri. Dan terbagi dalam bagian-bagian dan masing-masing bagian itu di bagi dalam bagian-bagian dan masing-masing menjadi pasal-pasal atau ayat-ayat.
3.12 Pengaturan Hukum Dagang
Peraturan
dagang selain diatur dalam Hukum Perdata tentang perikatan juga diatur dalam
hukum berbagai peraturan perudangan, baik sudah dikodifikasikan maupun yang
belum dikodifikasikan, yaitu:
a. Peraturan
hukum dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD).
b. Peraturan
hukun dagang yang belum dikodifikasikan.
Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat
berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
Ø Peraturan tentang koperasi
Ø Peraturan pailisemen
Ø Undang-undang oktroi
Ø Peraturan lalu lintas
Ø Peraturan maskapai andil Indonesia
Ø Peraturan tentang perusahaan Negara
Pada bagian KUHS itu
mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai
perikatan umumnya seperti :
Ø Persetujuan jual beli (contract of
sale)
Ø Persetujuan sewa-menyewa (contract of
hire)
Ø Persetujuan pinjaman uang (contract of
loun)
Untuk
mengantisipasi kemajuan dalam bidang ekonomi, dan semakin majunya lalu lintas
perdagangan, baik di tingkat nasional maupun internasional (global dan
regional), Indonesia memerlukan instrument hukum baru yang dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahan hukum dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang
berkembang dewasa ini. Hal ini diperlukan karena banyaknya persoalan hukum yang
menyangkut masalah-masalah ekonomi atau bisnis yang belum diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) yang berlaku di Indonesia.
Kemajuan di
bidang ekonomi terutama di sektor perdagangan belum dapat diikuti oleh
instrument hukum yang berlaku di negara kita, baik aturan hukum perdata maupun
hukum dagang. Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang mengatur tentang
kegiatan bisnis dan perdagangan di Indonesia adalah berasal dari Code Civil dan Code du Commerce Prancis tahun 1808, kemudian berlaku di Negeri
Belanda tahun 1828 menjadi Burgelijk
Wetboek (BW) dan Wetboek van
Kophandel (WvK). Kedua bidang hukum tersebut selanjutnya diterapkan di
Indonesia berdasarkan asas konkordansi semenjak tahun 1838 menjadi Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD).
Kedua bidang
hukum ini sudah tidak dapat lagi menjangkau permasalahan ekonomi dan bisnis
yang semakin kompleks dewasa ini, antara lain menyangkut masalah investasi,
perdagangan internasional, pasar modal, anti trust dan sebagainya. Oleh karena
itu, diperlukan instrument hukum baru yang berupa peraturan-peraturan di bidang
bisnis baik secara nasional maupun internasional.
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ada beberapa
kesimpulan yang dapat diambil dari materi diatas diantaranya yaitu Hukum dagang adalah keseluruhan aturan
hukum yang mengatur dengan disertai sanksi terhadap perbuatan manusia di dalam
usaha mereka untuk menjalankan perdagangan. Hubungan hukum perdata dengan hukum
dagang dapat dilihat dari rumusan pasal 1 KUHPer yang berbunyi: “Ketentuan-ketentuan
dari KUH Perdata berlaku juga pada hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang,
kecuali bila KUH Dagang sendiri mengaturnya secara khusus”. Dalam hubungan ini
berlaku adagium “Lex specialis derogat
lex generalis” yaitu hukum yang bersifat khusus mengalahkan hukum yang
bersifat umum. Sejak
abad pertengahan Eropa (1000/ 1500) yang terjadi di negara dan kota-kota di
Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota
sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan
Negara-negara lainnya).
Hukum terdiri
dari beberapa unsur yaitu, peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat, peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib, peraturan itu bersifat memaksa, dan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan tersebut adalah tegas. Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia
merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan (yang disebut norma atau
kaidah) yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat,
serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak
mau patuh mentaatinya. Bagian-bagian dalam perkumpulan dagang yaitu Maatschap,
Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Perseroan Terbatas, Perseroan Andil
Indonesia, dan Perusahaan Negara. Pembagian Hukum menurut bentuknya
yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, menurut waktu berlakunya yaitu
Ius Contstitutum, Ius Constituendum dan
hukum alam. Sedangkan menurut isinya yaitu hukum privat dan hukum public. Dalam
Hukum Dagang dikenal beberapa macam persekutuan dagang yaitu firma, perseroan
komanditer, perseroan terbatas dan koperasi. Pedagang-pedagang besar
membutuhkan bantuan dan perantaraan orang-orang lain dalam melakukan
pekerjaannya. Hukum dagang tersebut terletak dalam hukum perikatan, karena
hukum dagang mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari dalam lapangan
harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya jual-beli, asuransi,
pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya.
Peraturan hukum dagang yang sudah dikodifikasikan terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
4.2 Saran
Jika kita
menjalankan usaha atau berdagang hendaknya kita harus mengetahui beberapa aspek
yang mengatur hukum dagang itu sendiri. Dan semua hal-hal tersebut sudah di
atur dalam KUHD. Dalam berdagang kita harus jujur, artinya jujur dalam arti
usaha yang kita jalankan harus diketahui oleh pemerintah atau mempunyai SIUP
(Surat Izin Usaha Perdagangan) dan jujur dalam hal lainnya. Disamping itu usaha
yang kita jalankan juga harus bermanfaat bagi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Masriani Tiena Yulies, S.H., M.Hum.
2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., & Christine
S.T. Kansil, S.H. 2005. Hukum Perusahaan
Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi).
Jakarta: PT Pradnya Paramita
Prof. R. Soekardono,S.H. 1981. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat
Prof. Dr. Soedjono Dirdjosiswono, SH.,
MM. 2006. Pengantar Hukum Dagang Internasional.
Bandung: PT Refika Aditama
Muhammad Sood, S.H., M.H. 2011. Hukum Perdagangan Internasional.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Prof. Subekti, S.H. 1994. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT
Intermassa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar